Konsep Musyarakah dalam Perbankan Islam
Musyarakah berasal dari kata saaroka, yusaariku, musaarokatan, yang maknanya saling bekerja sama atau berserikat. Dalam konsep perbankan, musyarakah diartikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak memberi kontribusai dalam biaya, dengan ketentuan bahwa keuntungan dan kerugian akan dibagi bersama sesuai kesepakatan.
agar praktik musyarakah dalam muamalah dilaksanakan dengan benar, maka dalam bermusyarakah haruslah memenuhi beberapa syarat dan ketentuan. antara lain:
1. Tentang ijab dan qobul, harus dilakukan oleh semua pihak yang didalamnya harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak atau akad tersebut. Kemudian harus secara tertulis secarara korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi moderen.
2. Memperhatikan hal-hal berikut:
a. Berkompeten dalam memberikan dan diberikan kekuasaan atau wewenang.
b. Setiap pihak harus memberikan dana dan tenaga.
c. Setiap pihak berhak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis yang normal.
d. Setiap aktifitas musyarakah harus memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Setiap pihak tidak boleh mencairkan dana untuk kepentingan pribadi.
3. Tentang obyek akad yang berupa modal, kerja, keuntungan dan kerugian:
a. Bahwa modal harus berupa uang tunai, emas atau yang nilainya sama. Boleh berupa aset perdagangan seperti barang-barang, properti dan lain sebagainya. Maka modal dalam bentuk barang atau aset harus dinilai terlebih dahulu serta disepakati bersama.
Semua pihak juga tidak boleh memberikan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali dengan kesepakatan bersama. Sedangkan pada prinsipnya, dalam akad musyarakah tidak ada istilah jaminan. Namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, maka dibokehkan menggunakan jaminan.
b. Adapun masalah kerja dalam musyarakah, setiap pihak harus ikut berpartisipasi. Akan tetapi, kesamaam porsi pekerjaan tidak disyaratkan. Hanya tergantung kesepakatan bersama oleh semua pihak.
Setiap pihak melakukan kerja atas nama pribadi atau wakil dari mitranya, maka kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
d. Dalam hal keuntungan, haruslah dikualifikasikan dengan jelas, agar ke depan tidak terjadi masalah dalam pembagian keuntungan. Begitu pula jika terjadi kerugian, maka akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi modal yang dikeuarkan.
e. Namun jika dalam pelaksanaan musyarakah terjadi perselisihan, maka sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan melalui badan arbitrase.
Download Fatwa DSN-MUI Tentang Musyarakah di sini
Comments