Konsep dan Praktik Murabahah dalam Bank Syariah


Murabahah adalah akad jual beli yang dilakukan dengan cara menegaskan harga dari suatu barang kemudian meminta keuntungan yang disepakati oleh pembeli dan penjual. Dalam murabahah ditekankan kejujuran sebagai factor utama pelaksanaanya. Supaya tidak terjadi penipuan atau hala-hal yang lain yang tidak kita inginkan. Prakti murabahah dalam dunia perbankkan pada umumnya sering dilakukan dalam konsep pembiayaan syariah. Konsep murabah ah ini menggatikan konsep kredit yang dipraktikkan di bank konvensional. 

Praktik akad murabahah dalam pembiayaan di bank syariah, harus memenuhi ketentuan yang telah disepakati oleh Majelis Ulamak Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional. Ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya meliputi ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pihak bank, yaitu:
1.      Bank dan nasabah harus melaksanakan akad murabahah yang bebas dari riba.
2.      Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariat.
3.      Bank boleh membiayai sebagian atau keseluruhan biaya barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membeli barang atas nama bank sendiri.
5.      Bank harus menyampaikan semua hal tentang pembelian barang yang telah dilakukan.
6.      Bank kemudian menjual barang kepada nasabah sengan harga pokok yang ditambahkan dengan keuntungan yang terlebih dulu deberitahukan secara jelas kepada nasabah.
7.      Nasabah menbayar harga barang tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Sedangkan, ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan oleh nasabah bank antara lain:
1. Pertama-tama, nasabah harus mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang kepada bank.
2. Kemudian bank membeli terlebih dahulu asset yang dipesan kepada penjual secara sah.
3. Kemudian nasabah harus membeli barang dari bank tersebut sesuai dengan perjanjian, karena perjanjian tersebut sifatnya mengikat. Baru kemudian dibuat kontrak jual beli.
4. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, maka biaya rill bank harus dibayar dari uang muka.
5. Namun jika nila uang muka tidak dapat menutup nilai kerugian bank, maka bank boleh meminta kembali sisa kerugianya kepada nasabah.

Dalam pembiayaan murabahah, bank juga dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang bisa dipegang. Karena jaminan dalam murabahah diperbolehkan. Supaya nasabah bisa serius dengan pesanannya. 

Adapun persoalan yang kemudian sering kali timbul dalam pembiayaan ialah hutang. Secara prinsip, hutang atau cicilan pada transaksi mudharabah tidak ada hubungannya dengan trnsaksi yang diakukan nasabah dengan pihak ketiga lainnya. Jika nasabbah menjual barang tersebut, ia tetap berkewajiban melunasi seluruh angsurannya. Walaupun jika penjualan tersebut mengakibatkan kerugian pada nasabah, akan tetapi ia tidak boleh memperlambat pembayaran atau meminta kerugian dari perhitungan penjualannya tersebut.
  
download fatwa DSN-MUI tentang murabahah di sini

Comments

Popular posts from this blog

jalan damai untuk Indonesia kita bersama

Produk Giro dalam Bank Syariah

prinsip produksi dalam Al Qur'an