Artikel Islami



ISLAM KATAB KEBAHAN
DI MELAWI KALIMANTAN BARAT

Oleh
Zaenuddin Hudi Prasojo

Peta Islam Kalimantan Barat, sebagai bagian dari peta Islam Nusantara, merupakan satu bagian penting yang perlu diketengahkan dalam mozaik kebhinekaan khazanah masyarakat Muslim Kalimantan. Untuk kebutuhan pemetaan Islam Kaliman Barat itu pula tulisan mengenai Islam Katab Kebahan di Malawi menjadi penting. Tulisan ini menjadi bagian permulaan dari kepingan-kepingan yang akan membentuk satu gambaran unik tentang Islam Kalimantan Barat. Ada beberapa hal yang mendorong saya untuk memulai dari Islam Katab Kebahan dalam tulisan pendek kepingan mozaik Islam Kalimantan Barat tersebut.
Kelompok etnis Dayak, yang bersama kelompok etnis Melayu dikenal sebagai penduduk asli Kalimantan Barat, merupakan kelompok etnis yang berpengaruh dalam setiap perubahan sosial masyarakat Kalimantan Barat dari masa ke masa. Dalam tulisan tentang perubahan sosial di Kalimantan (akan terbit 2015), saya menjelaskan bahwa tiga kelompok etnis penyangga utama masyarakat Kalimantan Barat adalah Tionghua, Dayak, dan Melayu. Katab Kebahan adalah sub dari kelompok etnis Dayak yang merupakan satu dari tiga kelompok etnis besar tersebut yang telah terlibat dalam interaksi yang panjang dalam sejarah masyarakat Kalimantan Barat, utamanya pada isu interaksi antar kelompok etnis.
Selanjutnya, pemahaman masyarakat Kalimantan Barat tentang identitas etnis terperangkap dalam sebuah kesepakatan umum yaitu bahwa kelompok etnis selalu berafiliasi dengan agama tertentu. Ketiga kelompok etnis besar tersebut memiliki garis identitas etnis dan agama yang berbeda antara lain Tionghua yang selalu berafiliasi dengan agama Tionghua (Chinese religions), Dayak yang selalu berafiliasi dengan agama lokal dan agama Nasrani (Christianity), dan Melayu yang identik dengan Islam (Prasojo, 2011; Alqadrie, 2011). Uniknya, etnis Katab Kebahan muncul sebagai identitas kelompok Dayak yang Islam dan memiliki akar sejarah yang panjang dengan Islam di Kalimantan Barat.
Selain itu, Islam Katab Kebahan menjadi satu fenoma lama yang luput dari diskusi publik baik bagi kalangan akademisi maupun kalangan umum, walaupun para elit Katab Kebahan telah menyadari akan potensi yang mereka miliki. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan salah satu bagian dari usaha mengetengahkan beberapa potensi tersebut yaitu dengan menghadirkan Islam Katab Kebahan dalam kajian Islam lokal yang ada di Kalimantan Barat. Dengan demikian, Islam Katab Kebahan tidak lagi hanya dibicarakan di lingkungan Katab Kebahan saja, namun dapat menjadi bagian dari Islam nusantara yang menghampar di kepuluan nusantara Asia Tenggara.
Terakhir, selain keunikannya sebagai Dayak Islam, Islam Katab Kebahan juga memiliki tradisi dan adat lokal. Mereka masih melakukan tradisi-tradisi lokal yang baik dan tidak bertentangan dengan Islam. Penggunaan istilah punggawauntuk gelar pemimpin adat Katab Kebahan, misalnya, merupakan satu dari ciri tersebut. Tatacara pelaksanaan adat dan ritual berladang juga menjadi cari lain yang penting bagi identitas Islam Katab Kebahan. Hanya saja doa-doa dalam ritual adat dan upacara tradisonal telah diganti menjadi do’a Islami.
Islam Katab Kebahan adalah bagian dari kelompok etnis Dayak Katab Kebahan yang merupakan penduduk lokal di bantaran Sungai Melawi dan beberapa anak sungainya seperti Sungai Pinoh, Sungau Mau, Sungai Tebidah, dan Sungai Man. Di daerah Melawi, kebanyakan penduduknya adalah sub kelompok etnis Dayak Kebahan yang memiliki beberapa sub kelompok etnis kekeluargaan (anak suku) seperti antara lain Kebahan Kubin, Kebahan Keninyal, Kebahan Penyapat, Katab Kebahan, Kebahan Limai, Kebahan Randu, Kebahan Barai, dan Kebahan Unau. Sebenarnya, ada beberapa sub kelompok etnis Dayak lain selain Dayak Kebahan yaitu seperti Iban, Kenyilu dan Punan yang menjadi penduduk Melawi. Namun jumlahnya tidak sebanyak sub kelompok etnis Dayak Kebahan. Para anggota kelompok etnis Dayak Kebahan hidup di berbagai daerah lain selain di kota Nanga Pinoh antara lain di Desa Kebebu, Sebedau, Manding, Pinoh Utara, Pinoh Kota, Nanga Man, Tanjung Paku dan Keruap di Kecamatan Menukung.
Pada masa lalu, kelompok-kelompok masyarakat Dayak ini sering terlibat dalam pertikaian atau konflik kekerasan yang sering juga sampai pada tingkat ketegangan tinggi yang menimbulkan kekerasan dan pembunuhan. Bahkan, kebiasaan mengayau[1] juga menjadi salah satu kenyataan yang sering terjadi dalam kelompok etnis Dayak ini pada saat itu. Untungnya, muncul seorang tokoh yang terkenal sangat sakti dan arif yang mampu menyatukan sub-sub kelompok etnis yang sering bertikai ini. Menurut penduduk Katab Kebahan, sang tokoh itu bernama Pati Kerama dari Kerajaan Kebahan yang memiliki silsilah dari sub kelompok etnis Dayak Katab Kebahan. Pati Kerama juga diyakini sebagai Raja Muslim yang kemudian dipercaya sebagai nenek moyang para anggota sub kelompok etnis Dayak Katab Kebahan.
   Pada  perkembangan selanjutnya, para anggota sub kelompok etnis Dayak Katab Kebahan, bersama dengan sub kelompok etnis Dayak lainnya di Melawi, turut ambil bagian dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Ketika Belanda masuk ke daerah Nanga Pinoh dan sekitarnya, wilayah ini termasuk dalam kekuasaan Kesultanan Sintang. Oleh karena itu, ketika terjadi perang melawan Belanda, banyak tokoh dari daerah Melawi yang terlibat dalam pemberontakan melawan Belanda yang dipimpin oleh tokoh-tokoh kesultanan Sintang. Tidak ketinggalan tokoh-tokoh sub kelompok etnis Dayak Kebahan terlibat dalam peperangan melawan Belanda. Salah seorang tokoh dari sub kelompok etnis ini yang sampai saat ini masih dikenal dalam cerita-cerita rakyat sebagai orang yang berjasa dalam peperangan melawan Belanda adalah Temenggung Setia Pahlawan yang memiliki silsilah dari sub kelompok etnis Dayak Katab kebahan. Keterlibatan para tokoh Katab Kebahan tidak berhenti pada Era Kemerdekaan saja, pada era Orde Lama (ORLA) dan Orde Baru (ORBA) pun mereka ikut andil dalam berbagai kegiatan sosial dan politik. Pada Era Reformasi para anggota Katab Kebahan semakin menyadari pentingnya keberadaan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Kabupaten Melawi sehingga mendorong keterlibatan mereka dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat (Hamdani, 1995).
   Para anggota kelompok etnis Dayak Katab Kebahan sebagian besar – untuk tidak mengatakan semuanya–memeluk agama Islam. Mereka telah memeluk agama Islam sejak lama sekitar lebih dari lima generasi ke atas. Dalam kehidupan sehari hari dijumpai bahwa para anggota sub kelompok etnis Dayak Katab Kebahan yang Muslim hidup berdekatan dan berdampingan dengan sub kelompok Dayak Kebahan lainnya yang non-Muslim baik yang beragama Kristen maupun yang masih memeluk agama nenek moyang.[2] Mereka juga bertetangga dengan komunitas Melayu yang tentunya beragama Islam.[3] Hubungan antara etnis Dayak pada umumnya dengan etnis Melayu di wilayah Kabupaten Melawi, khususnya tentang etnis Dayak Katab Kebahan, sebenarnya perlu dikaji lebih jauh melalui penelitian sejarah kebudayaan.
Para anggota Katab Kebahan memiliki afiliasi dengan berbagai pihak yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam masyarakat Kabupaten Melawi. Afiliasi tersebut tergambar dari berbagai hubungan kerja dan hubungan sosial lainnya yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari. Dalam bidang pemerintahan, misalnya, etnis Katab Kebahan bergaul dengan berbagai etnis lain yang ada di Kabupeten Melawi dalam menjalankan roda pemerintahan karena sebagaian etnis Katab Kebahan juga bekerja sebagai pegawai pemerintahan yang tersebar di kantor-kantor pemerintah. Beberapa etnis Katab Kebahan yang lain juga memiliki hubungan dagang yang baik dengan pedagang-pedagang yang berasal dari etnis lain. Beberapa etnis Katab Kebahan bahkan memiliki jalur perdagangan yang sistematis dengan bekerjasama dengan etnis Tionghua yang telah lama menjalankan usaha dagang di Nanga Pinoh.
            Perdagangan dan peningkatan ekonomi dan potensi lokal telah nampak dari banyak hal yang dapat dijumpai di daerah Melawi ini.Komoditas hasil hutan, misalnya, menjadi salah satu komoditas yang penting.          Selain hasil hutan, hasil perkebunan juga menjadi salah satu komoditas andalan dalam struktur perekonomian di Melawi. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh teknologi modern yang telah masuk ke daerah ini. Hasil-hasil kebun berupa sayuran dan buah-buahan digalakkan dengan banyak dukungan dari luar sepeti pemerintah pusat dan provinsi.Pertanian juga merupakan sektor penting dalam struktur ekonomi komunitas Dayak Katab Kebahan. Hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian, dan padi menjadi produk pokok komunits ini, seperti halnya juga di tempat lain pada umumnya di Melawi.Selain potensi-potensi tersebut, potensi ekonomi lainnya juga telah dikembangkan. Ada beberapa masyarakat etnis Dayak Katab Kebahan yang membuka toko di kampungya masing-masing dan memiliki hubungan dagang dengan para pedagang besar di ibu kota kabupaten. Pengembangan-pengembangan potensi lokal seperti dijelaskan di atas tidak lepas dari perkembangan sosial yang dialami oleh bangsa Indonesia.


[1]Ngayauadalahistilahuntuksebuahtradisimasyarakat Dayak padapasalaluketikamerekamasihsalingberperangmemperebutkanwilayahdanjatidirikesukuannya.Tradisitersebutsangatjarangditemukanlagipada zaman modern ini.
[2]Untukmengetahuilebihdalamtentang agama nenekmoyangetnis Dayak, LihatAlqadrie. 1994. MesianismedalamMasyarakat Dayak di KawasanPedalamanKalBar” (hal. 18-39), dalam Paulus Florus, Stephanusdjuweng, dkk.,Kebudayaan Dayak: AktualisasidanTransformasi. Jakarta: GramediaWidiasarana Indonesia).
[3]Untuklebihdalammemahamikelompoketnis Dayak, etnisitas, identifikasietnisdankeagamaan, loyalitasdansolidaritas, dankesadaranetnisdalammasyarakat Dayak, lihat pula Alqadrie, 2012. ” Dukungan DAD terhadapCornelis: MaknaSosioetnisitas,” dalamPontianak Post. RabudanKamis, 1 dan 2 Februari2012, hal. 1-7.

Comments

Popular posts from this blog

jalan damai untuk Indonesia kita bersama

Produk Giro dalam Bank Syariah

prinsip produksi dalam Al Qur'an